"Bumoe Teuku Umar, dimana nyawamu?"
Assalamu'alaikum wr.wb.Tugu Teuku Umar |
Ibu kota Aceh Barat adalah Meulaboh. Kota yang merupakan tempat lahirnya seorang Pahlawan Nasional yaitu Teuku Oemar (Teuku Umar). Kota Meulaboh selain dikenal sebagai Kota Tauhid Tasawuf juga sudah sangat akrab dengan sapaan Bumoe Teuku Umar, mengingat nilai historis yang sangat tinggi disini. Kota ini merupakan tempat lahir sekaligus tempat meninggalnya Teuku Umar. Teuku Umar sendiri lahir pada Tahun 1854 di Meulaboh dan meninggal pada 11 Februari 1899 di Batee Puteh, Meulaboh, Aceh Barat.
Kota Meulaboh sebagai kota Tauhid Tasawuf dirasa sudah menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Menyandang sebutan Kota Tauhid Tasawuf agaknya dapat dibuktikan dengan penegakan syariat Islam disana. Diharapkan Aceh Barat, khususnya kota Meulaboh menjadi salah satu model dan contoh bagi daerah- daerah lain di Propinsi Aceh dalam mewujudkan Syariat Islam secara kaffah, meskipun kota Meulaboh sendiri masih memiliki kelemahan dan celah-celah kecil yang sering dimanfaatkan oleh para pelanggar syariat.
Selain itu, kota Meulaboh juga terkenal sebagai Bumoe Teuku Umar. Sejujurnya, penulis merasa sedikit terganggu dengan julukan ini. Sebagai tanah kelahiran dan tempat mangkatnya Teuku Umar, seharusnya karakter dan ciri khas ini harusnya diperkuat dan dipertahankan serta dihindarkan dari kemungkinan tergerus oleh kemajuan zaman. Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis dapatkan, ada beberapa hal yang mungkin dapat dijadikan acuan oleh pemerintah dalam hal pengembangan situs dan warisan peninggalan Teuku Umar.
Teuku Umar yang sejatinya merupakan pahlawan nasional tentunya sudah dikenal di seluruh Indonesia bahkan di luar negeri. Para serdadu Belanda pada zaman kolonialisme sangat mengenal sosok yang menerapkan strategi perang dengan cara berpura- pura mengkhianati rakyat Aceh. Bahkan, Teuku Umar diberi gelar oleh Governor Aceh yang merupakan orang Belanda pada saat itu dengan gelar "Teuku Djohan Pahlawan". Bahkan hingga saat ini, Baju jas Teuku Umar dan gelangnya masih tersimpan rapi di salah satu museum di Belanda. Hal ini sebenarnya merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah Aceh Barat sebagai salah satu sarana dalam mendukung pembangunan Aceh Barat.
Nama Teuku Umar yang telah mendunia dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi orang- orang untuk datang dan berkunjung ke Aceh Barat. Dengan demikian, mereka akan membelanjakan uangnya disana dan berpotensi besar dalam membangun dan meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, untuk menjadi sebuah daerah yang maju, maka daerah itu harus mau membuka diri untuk dunia luar. Tentunya masyarakat pun harus memiliki pegangan yang teguh terhadap ajaran agama dan berkarakter serta memiliki daya filter yang tinggi agar tidak tergerus oleh budaya- budaya yang datang. Jika masyarakat membuka diri dan tidak kehilangan jati diri, maka efek negatifnya dapat diredam dan dapat tergantikan oleh hal positif yang diterapkan didalam masyarakat sehingga terciptanya harmoni antara budaya asli dan budaya yang datang. Untuk mengetahui hubungan antara pariwisata dengan syariat Islam, klik disini.
Namun agaknya hal ini akan sangat sulit untuk diwujudkan. Meulaboh sebagai Bumoe Teuku Umar seakan kehilangan ruhnya. Sulit untuk dijelaskan dengan kata- kata. Apa yang menjadi patokan Kota Meulaboh yang paling mencolok sehingga julukan Bumoe Teuku Umar terasa sangat pantas untuk disandang? Apakah hanya historis masa lalu? Apakah orang- orang atau pendatang dan orang asing yang datang ke Meulaboh akan mau tau dengan kondisi dan berbagai alasan yang ada? Tidak, mereka tidak akan mau tau. Jika subjeknya adalah orang asli Meulaboh atau Aceh Barat, mereka akan dengan mudah menerima dan menganggapnya sebagai hal yang tidak perlu untuk diperhatikan. Tapi bagaimana dengan pendatang? Secara tidak langsung, dengan tidak adanya sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sesuatu yang mewakili karakter Bumoe Teuku Umar, mereka akan merasa tidak puas dengan kunjungan dan dengan julukan yang kita punya. Seperti yang telah kita pelajari bahwa salah satu syarat agar orang mau kembali berkunjung adalah adanya kenangan, adanya memori dan kesan yang baik sehingga muncul rasa puas di dalam dirinya serta keinginan untuk kembali lagi.
Banyak yang sudah rusak, tidak terawat, bahkan ada bagian yang patah pada puncak kupiah meukutop |
Jika penulis harus membandingkan Meulaboh dengan kota lainnya di Aceh, maka penulis akan membandingkan antara Kota Meulaboh dengan Kota Tapaktuan (Aceh Selatan) yang sama-sama memiliki nilai historis yang tinggi.
Tapak Tuan sebagai kota yang memiliki sejarah besar dan tinggi, sangat menonjolkan karakternya yang telah ada. Julukan sebagai Kota Naga sangat kental terasa ketika kita memasuki kota. Adanya berbagai macam situs sejarah antara Tuan Tapa dan Naga yang sangat dilestarikan menjadikan Kota Tapak Tuan berkembang pesat dan ramai. Bisa dilihat dari berbagai situs seperti Monumen Naga, Naga lama, Tapak kaki, bukit yang tanahnya merah menyerupai darah dan lain- lain, merupakan aset yang dianggap sangat berharga dan dilestarikan oleh pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Namun bagaimana dengan kota Meulaboh? Agaknya perlu sedikit mencontoh dari kota Tapak Tuan. Munculkan dan tonjolkan karakter Meulaboh sebagi Bumoe Teuku Umar, Bumoe Johan Pahlawan, sehingga muncul kesan yang dalam bagi para pengunjung dan dapat membawa mereka kembali datang ke Meulaboh dan pulang dengan kesan-kesan yang positif.
Entah sedang dalam tahap renovasi, atau memang selalu dalam keadaan tidak terurus seperti ini. |
Wallahu'alam..
*Berhubung sinyal internet sangat lelet, foto- foto monumen Teuku Umar selengkapnya akan menyusul dan secepatnya di posting. Jika ada pertanyaan, kritik, saran, tambahan, sanggahan satau lain- lain, tuliskan di kolom komentar dan akan sangat admin apresiasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar