Assalamu'alaikum wr.wb. Selamat Datang di Blog Geografi Agus Maulana. Silahkan share artikel blog ini. Cantumkan URL jika dijadikan referensi. Isi blog ini tidak bisa di copy paste kecuali menggunakan smartphone. Pahami dan tulis kembali. Selamat belajar, sukses untuk kita semua. Eitts, jangan lupa tinggalkan comment baik berupa kritikan maupun saran yang membangun. :)

Kamis, 19 Desember 2013

Hubungan Antara Pariwisata Dengan Penerapan Syariat Islam di Aceh

Assalamu'alaikum wr.wb.
Rutinitas manusia sehari-hari umumnya menimbulkan rasa lelah dan tekanan yang menghambat aliran darah dan meningkatkan kadar toxin dalam tubuh hingga berujung pada stress dan penyakit. Untuk itu, sejatinya manusia perlu untuk melakukan refresh layaknya komputer agar selalu berada dalam performa terbaiknya. Salah satu cara merefresh jasmani dan rohani adalah dengan berekreasi atau berpariwisata. 

Nah, seringkali pariwisata identik dengan hal- hal yang berpotensi menimbulkan degradasi moral dan perubahan tingkah laku ke arah negatif. Islam sebagai agama yang paling sempurna dan rahmatan lil 'alamiin memiliki pandangan sendiri tentang perjalanan dan orang yang melakukan perjalanan yang semuanya bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Untuk itu, artikel ini akan membahas secara umum tentang hubungan antara pariwisata dengan pelaksanaan syariat Islam, khususnya di Aceh. 

Hubungan Antara Perkembangan Pariwisata dengan Penerapan syariat Islam di Aceh

Agama sebagai suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal untuk dengan kehendak dan pilihannya sendiri mengikuti peraturan tersebut, guna mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia dan akhirat (Mu’in, 1986:121). Agama sebagai yang dipahami secara umum adalah ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul (Nasution, 1979: 10).
Visit Aceh Year 2013
Islam adalah agama wahyu yang disebut al-Din. Ia mencakup tatanan semua kehidupan manusia melingkupi aspek akidah (teologi), ibadah (ritual), akhlak (etika) dan muámalah (sosio-kultural). Di dalam ungkapan lebih sederhana, ketercakupan itu merupakan pengaturan hubungan dengan Allah dan hubungan sesama manusia. Para ulama klasik menyebut Islam itu adalah aqidah dan mu’amalah. Mu’amalah di sini mereka rinci menjadi mu’amalah yang berhubungan dengan Tuhan dan muámalah yang berhubungan dengan manusia. Pada umumnya mereka cendrung memahami ajaran Islam melalui pendekatan nash (tekstual) atau doktriner.

Belakangan, ulama khalaf (belakangan) dan mutaakhir (kontemporer) seperti Syaikh Mahmud Syaltut menyebut Islam itu adalah akidah dan syariah. Syariah dibaginya menjadi ibadah, akhlak dan muámalah. Sementara Fazlur Rahman menyebut pokok ajaran Islam ada tiga: percaya kepada keesaan Tuhan, pembentukan masyarakat yang adil dan kepercayaan hidup setelah mati.

Untuk lebih memudahkan pemahaman, para ulama yang masyhur merinci lagi Islam sebagai Aqidah, Ibadah, Akhlak dan mu’amalah. Di dalam akidah dan ibadah, pandangan agama dibimbing oleh satu kaidah: jangan lakukan sesuatu kecuali yang disuruh dengan nash dan dalil yang kuat. Didalam akhlak dan muámalah berlaku kaidah: lakukan sesuatu kecuali yang dilarang.
Dari struktur pendekatan tadi, nampaknya risalah Islam pada dasarnya membahas masalah hubungan terhadap tiga pokok : Tuhan, alam , dan manusia atau teologi, kosmologi dan antropologi (Mukti Ali, 1989:42).

Di dalam bahasa Arab, kosa kata untuk berpergian atau melakukan perjalanan khusus bersang-senang disebut rihlah. Berbeda dengan safara yang berarti bepergian untuk tujuan yang lebih umum. Kata rihlah ini juga telah disinggung Al-Qurán sebagai lambang rutinitas orang Quraisy yang biasanya melakukan perjalanan di musim dingin dan musim panas.

Sementara itu di dalam kaitan dengan nilai-nilai ideal dari kepariwisataan bagi Islam adalah bagaimana ummatnya mengambil i’tibar atau pelajaran dari hasil pengamatan dalam perjalanan yang dilakukan sebagai diisyaratkan al-Qurán (QS 6 :11). Menurut mufassir al-Maraghi, perjalanan manusia dengan maksud dan keperluan tertentu di permukaan bumi harus diiringi dengan keharusan untuk memperhatikan dan mengambil pelajaran dari peninggalan dan peradaban bangsa-bangsa terdahulu seperti yang dinyatakan pada ayat tadi dan pada Surah Fathir (35 : 44).

Selanjutnya Al-Qur’an menggambarkan pula, apabila manusia itu mau memperhatikan, mereka akan dapat melihat dan mengetahui bahwa dalam alam sekelilingnya, malah pada diri mereka sendiri (jasmaniah dan ruhaniah) berlaku peraturan-peraturan, sunnatullah (M. Natsir, 1969 :4). Pada bagian lain Al-Qur ‘an menekankan perlunya jaminan keamanan suatu daerah atau negara serta fasilitas yang tersedia bagi para wisatawan. Hal ini ditekankan oleh mufassir al-Qurthubi ketika memahami QS Saba’ (34: 18).

pariwisata ternyata juga berperanan di dalam mengembangkan semangat, rasa dan kesadaran keberagamaan (religousness) manusia. Bahkan wisata di dalam Islam seperti telah disinggung di atas merupakan bagian tak terpisahkan dengan ibadah seperti ibadah haji yang melakukan prosesi dan safari suci Makkah, Arafah, Muzdalifah, Mina dan kembali ke Makkah. Ziarah ke kota dan Masjid Nabawi di Madinah dan tempat-tempat bersejarah lainnya di sekitar Mekkah dan Madinah. Bahkan sekarang berkembang wisata ibadah umrah plus mengunjungi berbagai tempat bersejarah di negara-negara Timur Tengah. Tentu saja wisata agama ini bukan hanya milik Islam, bahkan hampir semua agama memiliki wisata jenis ini dengan segala variasinya menurut kepercayaan dan sosial budaya mereka.

Pariwisata dengan demikian mempunyai peranan yang amat luas di dalam kehidupan manusia. Akan tetapi wisata yang menyimpang dari norma ideal haruslah disingkirkan seperti wisata yang hanya menekan kepada sun, sand, sea, smile and sex. Wisata hiburan yang mengarah kepada eksplorasi dan eksploitasi seks dan wanita dan pria yang mengutamakan kesenangan fisik yang rendah bersifat hedonistik dan erotik untuk kepuasan lahiriah dan naluriah hewaniah, inilah yang menjadi malapetaka. Bila jenis wisata ini yang berkembang, maka pada ujungnya akan membuahkan penyalahgunaan obat terlarang dan bahkan menjadi sarang berkembangnya HIV dan Aids, bahkan sars.

Oleh karena itu, pandangan agama akan positif kalau dunia kepariwisataan itu dijalankan dengan cara yang baik untuk mencapai tujuan yang baik. Agama akan berpandangan negatif terhadap wisata walaupun tujuan baik untuk menyenangkan manusia dan masyarakat tetapi dilakukan dengan cara-cara yang menyimpang dari kemauan syariat, maka hal itu ditolak.

Wisata yang menyimpang pasti bertentangan dengan agama. Terhadap hal ini, agama apa pun mengharamkannya. Lebih dari itu, pariwisata dapat pula menjadi media penumbuhan kesadaran, keimanan dan ketaqwaan serta mencapai nilai-nilai kehidupan yang luhur dan tinggi. Untuk maksud yang terakhir ini, maka diperlukan perhatian yang proporsional dalam hubungan agama dan kepariwisataan.

Artinya, Aceh sebagai salah satu daerah yang menerapkan syariat Islam harus tidak setengah- setengah dalam menjalankan dan mengimplementasikan syariat di dalam kehidupan masyarakatnya sehari- hari. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa syariat tidak menjadi penghalang terhadap perkembangan pariwisata, namun syariat akan menentang jika pelaksanaan dan tujuannya bertentangan dengan kepentingan syariat.

Seperti kata bapak Drs. Syamsul Bardi, M.Si, bahwa syariat sama sekali tidak menjadi penghambat perkembangan pariwisata. Namun yang harus diperhatikan dan dipertahankan adalah karakteristik dan jati diri bangsa serta jangan sampai tergerus oleh budaya-budaya luar yang dibawa oleh para tourist atau wisatawan. Artinya, harus ada filter bagi masyarakat penyelenggara pariwisata. Filter yang dimaksud adalah Agama. Masyarakat harus selalu ingat kepada Allah dan berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunnah, serta menerapkan peraturan bagi turis dan pemahaman tentang adat, budaya serta peraturan yang berlaku. 

Dengan adanya harmonisasi antara syariat dan wisata serta mental spiritual dan jati diri rakyat Aceh yang kuat, maka pariwisata Aceh akan berkembang mengingat potensi alam dan budaya Aceh yang sangat besar.

Semoga anugerah yang telah diberikan oleh Allah swt dapat selalu kita manfaatkan secara optimal dan selalu kita syukuri. Tingkatkan taqwa dan tunjukkan bahwa Islam dan para Muslim adalah manusia pilihan yang paling kuat, baik dari segi rohani maupun fisik.
Wallahu'alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar