Assalamu'alaikum wr.wb. Selamat Datang di Blog Geografi Agus Maulana. Silahkan share artikel blog ini. Cantumkan URL jika dijadikan referensi. Isi blog ini tidak bisa di copy paste kecuali menggunakan smartphone. Pahami dan tulis kembali. Selamat belajar, sukses untuk kita semua. Eitts, jangan lupa tinggalkan comment baik berupa kritikan maupun saran yang membangun. :)

Sabtu, 07 Maret 2015

Biografi Teuku Umar

Assalamu'alaikum wr.wb.
Salam SUSUPER. :D
Kali ini saya akan memposting sedikit tentang salah seorang Pahlawan NAsional yang berasal dari daerah saya, dari tanah kelahiran saya. Salah seorang pahlawan yang memiliki strategi tempur yang mumpuni dan memiliki kualitas yang sangat baik di medan perang. Pahlawan yang lahir dan gugur di tanah yang sama, yakni di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, tanah kelahiran saya yang sangat saya cintai. T_T #nasionalismeTinggi. haha

Ok, langsng saja, kita mulai perjalanan kita mengenal sosok tangguh luar biasa dari Pantai Barat Aceh ini. Cekibroot.

http://rindamiskandarmuda.mil.id/wp-content/uploads/2012/11/teuku-umar.jpg
Berdasarkan tanggal yang tertulis pada bangunan monumen Kupiah Teuku Umar Johan Pahlawan di komplek Prasamya, Desa Ujung Kalak Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat, Teuku Umar lahir pada tahun 1854 di Meulaboh dan wafat pada 11 Februari 1899 dalam penyerangan tiba-tiba oleh tentara Belanda di Batee Puteh, Meulaboh. Selama hidupnya, Teuku Umar sangat berjasa dalam membebaskan rakyat Aceh dari upaya penjajahan yang dilakukan Belanda. Banyak kisah dan kejadian heroik yang melibatkan Teuku Umar hingga Ia ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan (SK) Presiden Republik Indonesia No. 087 Tahun 1973, pada tanggal 6 November 1973.

  • Masa Kecil Teuku Umar

Teuku Umar lahir di Meulaboh pada tahun 1854 (tanggal dan bulannya tidak tercatat). Ia merupakan anak dari seorang Ulee Balang bernama Teuku Achmad Mahmud dan ibunya merupakan adik perempuan seorang raja Meulaboh. Kakek Teuku Umar bernama Datuk Makhudum Sati, seorang keturunan Minangkabau. Ayah Teuku Umar mempunyai saudara laki-laki bernama Teuku Nanta Setia yang merupakan paman Teuku Umar dan ayah dari Cut Nja’ Dhien. Berdasarkan ensiklopedia elektrik Wikipedia, Teuku Umar memiliki dua saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.

Masa kecilnya, Teuku Umar merupakan anak yang sangat pemberani, cerdas dan sedikit nakal. Ia terkadang sering berkelahi dengan teman sebayanya. Meskipun demikian, Teuku Umar tidak pernah mendapat pendidikan formal. Namun hal itu tidak memberi pengaruh yang signifikan karena Umar mampu menjadi pemimpin perjuangan seluruh rakyat Aceh ketika Ia telah dewasa.

  • Masa Dewasa Teuku Umar

Perang Aceh meletus pada tahun 1973 dan Teuku Umar ketika itu sudah berumur 19 tahun dan ikut berjuang melawan penjajah Belanda bersama para pejuang-pejuang Aceh yang lain. Pada usia ini pula, beliau diangkat menjadi Geuchik (kepala desa) di daerah Daya (Meulaboh).

Teuku Umar menikah dengan Nyak sofiah pada usia 20 tahun dan kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai yang merupakan putri dari Panglima Sagi XXV Mukim untuk menigkatkan derajatnya.


Teuku Umar kemudian menikahi Cut Nyak Dhien pada tahun 1880. Cut Nyak Dhien merupakan putri dari paman Teuku Umar, Teuku Nanta Setia dan merupakan janda dari Teuku Ibrahim Lamnga. Pasangan suami istri ini berjuang bersama dalam melawan penjajah Belanda dan bercita- cita membebaskan rakyat Aceh dari tangan para penjajah.


Karena minimnya perlengkapan perang yang dimiliki rakyat Aceh, Teuku Umar menerapkan strategi dengan berpura- pura menjadi sekutu pihak Belanda dan akhirnya berdamai pada tahun 1883 (Rusdi Sufi, 1994:88) dan resmi menyerah pada bulan Maret 1884 (Reid, 2005:256). Berkat keahliannya dalam memanfaatkan situasi, akhirnya Teuku Umar berhasil mendapatkan kepercayaan dari Gubernur Aceh saat itu yakni Van Teijn dan berhasil menaklukkan pos- pos pertahanan Aceh sebagai bagian dari strateginya. Atas keberhasilannya Teuku Umar berhasil menambah 17 orang panglima, 120 orang prajurit dan seorang Panglima Laot sebagai kaki tangannya.


Pada tahun 1884, kapal “Nicero” milik Inggris terdampar dan ditawan oleh raja Teunom dan menuntut tebusan senilai 10.000 dollar. Pemerintah kolonial Belanda menugaskan Teuku Umar untuk membebaskan kapal tersebut. Karena menurut Teuku Umar melawan raja Teunom merupakan pekerjaan yang berat, maka ia meminta pihak Belanda untuk memberikan persiapan logistik dan senjata yang cukup. Teuku Umar membawa 32 orang tentara Belanda dan beberapa panglimanya dan keseluruhan tentara Belanda tersebut dibunuh di tengah laut dan sejak saat itu, Teuku Umar kembali memihak tentara Aceh dengan membawa senjata dan logistik serta menyarankan raja Teunom untuk tidak menurunkan tuntutannya.


Teuku Umar membagikan senjata rampasan kepada pejuang Aceh dan kembali memimpin perjuangan rakyat, serta berhasil merebut kembali 6 Mukim dari tangan Belanda. Ke-enam mukim ini menjadi markas pejuang Aceh dan Teuku Umar, Nanta Setia dan Cut Nyak Dhien tinggal di Lampisang, Aceh Besar.


15 Juni 1886, kapal “Hok Canton” yang dinakhodai pelaut Denmark bernama Hansen merapat di bandar Rigaih dengan maksud menukarkan senjata dengan lada. Hansen bermaksud menjebak Umar, menculiknya dan membawanya ke pelabuhan Ulee Lheu dimana Belanda telah menunggu. Hansen diberikan imbalan sebesar $25.000 untuk kepala Teuku Umar. Umar curiga dengan syarat yang diajukan Hansen yang mengharuskan Umar datang sendiri. Umar bersiasat. Pada pagi dini hari, salah seorang Panglima dan 40 prajuritnya menyusup ke dalam kapal. Pagi harinya, Umar menuntut pelunasan lada sebesar $5.000. namun, Hansen ingkar janji dan memerintahkan anak buahnya untuk menangkap Umar. Umar kemudian memberikan perintah kepada Panglima dan Hansen berhasil dilumpuhkan. Ia tertembak ketika hendak melarikan diri. Nyonya Hansen dan John Fay ditahan dan awak kapal dibiarkan pergi.


Pada tahun 1891, Teungku Chik Di Tiro dan Teuku Panglima Polem VIII Raja Kuala (ayah angkat dari Teuku Panglima Polem IX Muhammad Daud) gugur dalam pertempuran. Lamanya pertempuran membuat pihak Belanda kualahan karena mahalnya biaya perang.


Teuku Umar merasa perang ini menyengsarakan rakyat. Setelah mendapatkan jaminan keselamatan dan pengampunan, pada Bulan September Tahun 1893, Teuku Umar menyerahkan dirinya kembali kepada Gubernur Deykerhooff di Kutaraja bersama 13 orang Panglima bawahannya. Teuku Umar mendapatkan gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Netherland. Ia berhasil meyakinkan Belanda dengan sangat baik dan mendapatkan kepercayaan dari pihak Belanda. Cut Nyak Dhien bereaksi marah dan malu terhadap keputusan Umar.


Dalam pertempuran, Umar hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat. Pasukan Umar disebarkan bukan untuk memerangi rakyat Aceh, melainkan untuk menghubungi para pemimpin pejuang Aceh yang lain guna menyampaikan pesan rahasia.


Pada suatu hari di Lampisang, Umar mengadakan pertemuan rahasia dengan para pemimpin pejuang Aceh. Umar berencana untuk kembali memihak Aceh dan membawa lari semua senjata serta perlengkapan yang sudah dipercayakan kepadanya. Cut Nyak Dhien sadar bahwa Umar hanya berpura- pura memihak Belanda, bahkan gaji yang diterima Umar dari pihak Belanda diberikan kepada pemimpin pejuang untuk membiayai perjuangan rakyat Aceh.


Pada 30 Maret 1896, Umar membawa pasukannya beserta 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500kg amunisi dan uang $18.000. Atas kejadian ini, Gubernur Deykerhooff dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter serta Belanda mendatangkan tentara baru dari Pulau Jawa. Pada tanggal 26 April 1896, Teuku Johan Pahlawan dipecat sebagai Uleebalang Leupung dan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia Belanda karena menolak ultimatum dari Vetter untuk menyerahkan perlengkapan yang dibawanya.


Mulai Tahun 1896, untuk pertama kalinya seluruh pejuang perang Aceh dipimpin oleh satu komando, dibawah kepemimpinan Teuku Umar. Ia dibantu oleh Cut Nyak Dhien dan Panglima Pang Laot dan didukung oleh Teuku Panglima Polem Muhammad Daud.


Februari 1898, Teuku Umar bersama seluruh pasukannya tiba di wilayah Mukim Pidie dan bergabung dengan Panglima Polem. Pada tanggal 1 April 1898, Teuku Panglima Polem, Teuku Umar, para Uleebalang dan Para ulama menyatakan sumpah setianya kepada Raja Aceh, Sultan Muhammad Daud Syah.

  • Gugur

Strategi Teuku Umar dalam memanfaatkan kepercayaan Belanda sangat menyakiti pihak Belanda. Van Heutsz diperintahkan untuk menangkap Umar. Pada Februari 1899, mata-mata Belanda mendapat kabar bahwa Umar dan pasukannya sedang bergerak menuju Meulaboh. Van Heutsz menempatkan pasukan yang sangat kuat di perbatasan Meulaboh. 11 Februari 1899, Teuku Umar diserang secara tiba-tiba di Batee Puteh, Meulaboh, Aceh Barat. Untuk menyelamatkan pasukannya, Umar memutuskan untuk melawan. Naas, satu butir peluru menembus dadanya. Lantas, Umar langsung dibawa lari oleh pejuang Aceh dan akhirnya dimakamkan di Gampong Mugo, Kaway XVI, Aceh Barat.
http://nusapedia.com/uploads/Teuku_Umar.JPG
Berita kematian Teuku Umar sangat menyakiti Cut Nyak Dhien dan anaknya, Cut Gambang. Lantas hal ini tak membuat Cut Nyak Dhien mundur dan gentar. “Seorang perempuan Aceh tidak pernah menangis kepada siapapun yang syahid”. Setelahnya, Cut Nyak Dhien mengambil alih pimpinan perjuangan rakyat Aceh dan menjelma menjadi salah satu Jenderal Perang wanita yang sangat ditakuti tentara Belanda. Perjuangan beliau dengan langsung turun ke lapangan dan berada di garis depan menghadapi tentara Belanda serta sebagai panglima, menjadi kebanggaan tersendiri bagi rakyat Aceh, dimana perempuan sangat dijunjung tinggi derajatnya dalam masyarakat Aceh dan dalam pandangan Agama Islam.

Untuk mengenang dan menandai tempat gugurnya salah satu pahlawan nasional ini, maka dibangunlah sebuah monumen berupa tugu dengan bentuk kupiah meukutop yang merupakan ciri khas dari seorang Teuku Umar.


Sumur:
- id.wikipedia.com, dan
- Sumur-sumur lain yang konsisten dan dapat dipercaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar